Sistem pengapian di mesin motor yang ada sekarang terdiri dalam dua
jenis. Yakni CDI (Capacitor Discharge Ignition) dan TCI (Transistorized
Controlled Ignition).
Jenis yang disebut pertama (CDI) diaplikasi pada kebanyakan motor yang beredar di Tanah Air. Sementara tipe TCI kayak di Suzuki Thunder 125, Yamaha V-Ixion, Kawasaki Ninja 250R, Honda CBR 150R/250R dan sebagainya.
Jenis yang disebut pertama (CDI) diaplikasi pada kebanyakan motor yang beredar di Tanah Air. Sementara tipe TCI kayak di Suzuki Thunder 125, Yamaha V-Ixion, Kawasaki Ninja 250R, Honda CBR 150R/250R dan sebagainya.
CDI merupakan sistem pengapian yang memanfaatkan kapasitor sebagai
pemicu koil menghasilkan tegangan tinggi menuju busi. Dengan adanya
charge dan recharge pada kapasitor yang di-switch oleh SCR menjadikan
kapasitor menghantarkan tegangan sebagai penyulut koil untuk
membangkitkan tegangan tinggi.
Nah, kalau TCI menggunakan komponen driver transistor atau sejenisnya untuk men-switch minus koil ke ground sesuai signal input yang masuk. Maksudnya, transistor itu sebagai switching-nya.
Nah, kalau TCI menggunakan komponen driver transistor atau sejenisnya untuk men-switch minus koil ke ground sesuai signal input yang masuk. Maksudnya, transistor itu sebagai switching-nya.
Pada TCI, listrik disimpan di koil, tepatnya di gulungan sekunder.
Saat otak pengapian yang menyimpan kurva pengapian dapat sinyal dari
pick up pulser di magnet, maka transistor akan mutus arus positif yang
ngecharge koil, dan pindah ke massa (di negatif in). Maka, terjadilah
induksi di koil dan busi mercik.
Kelebihan TCI, “Tegangan yang dihasilkan ke busi lebih gede dibanding
jenis CDI. Output yang keluar dari modul pengapiannya bisa mencapai 300
Volt. Sementara pada sistem CDI hanya sekitar 250 Volt,” terang Tomy
Huang, bos PT Trimentari Niaga selaku produsen otak pengapian merek BRT.
Eefeknya, lipatan tegangan yang dihasilkan di busi lebih gede.
Namun, lanjut Tomy, kekurangan pada TCI yaitu memiliki delay ignition
timing (waktu pengapian) lebih banyak dari CDI. “Bisa lebih lambat 0,5
derajat dari waktu pengapian yang dikirim oleh pulser,” terangnya. Misal
waktu pengapian yang dibaca pulser 25 derajat sebelum TMA, maka saat
sampai ke busi (memercik) jadi 25,5 derajat sebelum TMA.
Sedang pada CDI kata Tomy, delay yang terjadi hanya sekitar 0,2
derajat. Pernyataan Tomy meluruskan anggapan yang beredar di beberapa
forum di internet yang memaparkan sebaliknya.
“Sifat koil TCI adalah induktif. Delay-nya lebih lama. Itu sudah sifat
alaminya. Secara cost, sistem TCI lebih murah dan simple dibanding CDI.
Tapi karena produksinya sedikit, jatuhnya jadi mahal,” bebernya.
Pada TCI, listrik disimpan di koil, tepatnya di gulungan sekunder.
Saat otak pengapian yang menyimpan kurva pengapian dapat sinyal dari
pick up pulser di magnet, maka transistor akan mutus arus positif yang
ngecharge koil, dan pindah ke massa (di negatif in). Maka, terjadilah
induksi di koil dan busi mercik.
Kelebihan TCI, “Tegangan yang dihasilkan ke busi lebih gede dibanding
jenis CDI. Output yang keluar dari modul pengapiannya bisa mencapai 300
Volt. Sementara pada sistem CDI hanya sekitar 250 Volt,” terang Tomy
Huang, bos PT Trimentari Niaga selaku produsen otak pengapian merek BRT.
Eefeknya, lipatan tegangan yang dihasilkan di busi lebih gede.
Namun, lanjut Tomy, kekurangan pada TCI yaitu memiliki delay ignition
timing (waktu pengapian) lebih banyak dari CDI. “Bisa lebih lambat 0,5
derajat dari waktu pengapian yang dikirim oleh pulser,” terangnya. Misal
waktu pengapian yang dibaca pulser 25 derajat sebelum TMA, maka saat
sampai ke busi (memercik) jadi 25,5 derajat sebelum TMA.
Sedang pada CDI kata Tomy, delay yang terjadi hanya sekitar 0,2
derajat. Pernyataan Tomy meluruskan anggapan yang beredar di beberapa
forum di internet yang memaparkan sebaliknya.
“Sifat koil TCI adalah induktif. Delay-nya lebih lama. Itu sudah sifat
alaminya. Secara cost, sistem TCI lebih murah dan simple dibanding CDI.
Tapi karena produksinya sedikit, jatuhnya jadi mahal,” bebernya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar